Kesenian dan kebudayaan Sunda, kesenian yang tidak pernah akan habis dimakan waktu. Walau banyak bermunculan seni kontemporer, tetapi kesenian dan kebudayaan Sunda asli tidak akan pernah tergeser posisinya. Mahasiswa dan kaum muda pun ikut ambil bagian dalam pelestarian kebudayaan Sunda. Dapat terlihat dari kegiatan atau unit kegiatan mahasiswa yang ada di Universitas Padjadjaran (UNPAD) dan Institut Teknologi Bandung (ITB), Lingkung Seni Sunda, di Unpad dikenal dengan nama LISES dan di ITB dikenal dengan nama LSS.
LISES UNPAD berdiri sejak 20 Februari 1982 saat kampus masih berada di Dipatiukur, diprakarsai oleh Prof. Dr. Ganjar Kurnia. LISES sendiri bertujuan untuk membudidayakan kebudayaan sunda dan menumbuhkan rasa cinta mahasiswa kepada kebudayaan sunda. Kegiatan yang dilakukan LISES ini sangat beragam, dari mulai seminar mengenai kebudayaan Sunda, hingga penelitian kebudayaan di berbagai daerah Jawa Barat yang berguna untuk menambah perbendaharaan budaya Sunda, dipelajari dan dipentaskan. Contohnya kebudayaan di Rancakalong, Sumedang yang bernama Tarawangsa, kebudayaan itu masih belum banyak diketahui, dan LISES memperkenalkan kebudayaan tersebut kepada masyarakat luas. LISES juga mementaskan tarian-tarian, seperti tarian rakyat, jaipong hingga tarian nusantara. Selain itu, LISES mengadakan perlombaan , seperti pasanggiri, lomba pupuh, dan cerdas cermat antar SD se-Jatinangor. LISES sendiri pernah diundang untuk mengisi acara kedutaan besar di luar negeri. Hal seperti itu yang membuat kesenian Sunda semakin dikenal hingga keluar negeri.
Selain LISES UNPAD, ada juga unit yang serupa, bahkan sudah ada lebih dulu. LSS ITB berdiri 15 april 1971 atas prakarsa rektor ITB saat itu yaitu, Prof. Dodi Tisna (alm). LSS bukan hanya mempertontonkan seni Sunda saja, tetapi juga memberikan kontribusi terhadap masyarakat mengenai kebudayaan Sunda. LSS memainkan kesenian melalui pementasan, dan terkadang mendapatkan tawaran dari klien pementasan upacara pernikahan, tetapi hal ini tidak membuat LSS menjadi organisasi komersial.
Yang menariknya dari LSS ini, selalu mengadakan pagelaran rutin dari tahun 1996. Dan tahun ini, dalam rangka merayakan 40 tahun, akan mengadakan PRS (pasanggiri dan pasekar) yaitu acara semacam paduan suara pelajar, dari tingkat sekolah dasar hingga tingkat SMA. Dan juga akan mengadakan festival tatar sunda. “Festival ini akan dikondisikan ITB sebagai sebuah wahana kesundaan yang besar, dan memiliki konsep seperti pasar seni, dan yang menjadi sasarannya adalah masyarakat umum, pelajar dan mahasiswa, dengan tema menjaga lingkungan dengan kearifan lokal Sunda” ujar Derry, ketua LSS. LSS sendiri bertujuan membuat wadah sebagai agen kebudayaan, dan bagaimana cara mempertahankan dan menyingkapi masalah dengan kearifan lokal. Minat mahasiswa sendiri terhadap LSS ini sangat tinggi, dan juga mahasiswa tidak terbatas hanya dengan mahasiswa yang berasal dari Sunda, tetapi dari daerah lain dan tertarik untuk mempelajari kebudayaan Sunda.
Setelah melihat kedua Unit Kegiatan Mahasiswa diatas, dapat kita simpulkan bahwa kebudayaan akan selalu terjaga bila masyarakatnya sendiri peduli, dan mau berkontribusi terhadap kebudayaan itu. Dan sebagai kaum muda harus lebih sadar dan peka terhadap kebudayaan sekitar, karena kebudayaan harus terus dipertahankan.
oleh:
Agnes Savithri
Mahesa Bismo
Yohanna Reisya
posting ini sudah dipublikasikan di http://citizenmagz.com/2011/03/30/kebudayaan-sunda-yang-tak-habis-oleh-zaman/
LISES UNPAD berdiri sejak 20 Februari 1982 saat kampus masih berada di Dipatiukur, diprakarsai oleh Prof. Dr. Ganjar Kurnia. LISES sendiri bertujuan untuk membudidayakan kebudayaan sunda dan menumbuhkan rasa cinta mahasiswa kepada kebudayaan sunda. Kegiatan yang dilakukan LISES ini sangat beragam, dari mulai seminar mengenai kebudayaan Sunda, hingga penelitian kebudayaan di berbagai daerah Jawa Barat yang berguna untuk menambah perbendaharaan budaya Sunda, dipelajari dan dipentaskan. Contohnya kebudayaan di Rancakalong, Sumedang yang bernama Tarawangsa, kebudayaan itu masih belum banyak diketahui, dan LISES memperkenalkan kebudayaan tersebut kepada masyarakat luas. LISES juga mementaskan tarian-tarian, seperti tarian rakyat, jaipong hingga tarian nusantara. Selain itu, LISES mengadakan perlombaan , seperti pasanggiri, lomba pupuh, dan cerdas cermat antar SD se-Jatinangor. LISES sendiri pernah diundang untuk mengisi acara kedutaan besar di luar negeri. Hal seperti itu yang membuat kesenian Sunda semakin dikenal hingga keluar negeri.
Selain LISES UNPAD, ada juga unit yang serupa, bahkan sudah ada lebih dulu. LSS ITB berdiri 15 april 1971 atas prakarsa rektor ITB saat itu yaitu, Prof. Dodi Tisna (alm). LSS bukan hanya mempertontonkan seni Sunda saja, tetapi juga memberikan kontribusi terhadap masyarakat mengenai kebudayaan Sunda. LSS memainkan kesenian melalui pementasan, dan terkadang mendapatkan tawaran dari klien pementasan upacara pernikahan, tetapi hal ini tidak membuat LSS menjadi organisasi komersial.
Yang menariknya dari LSS ini, selalu mengadakan pagelaran rutin dari tahun 1996. Dan tahun ini, dalam rangka merayakan 40 tahun, akan mengadakan PRS (pasanggiri dan pasekar) yaitu acara semacam paduan suara pelajar, dari tingkat sekolah dasar hingga tingkat SMA. Dan juga akan mengadakan festival tatar sunda. “Festival ini akan dikondisikan ITB sebagai sebuah wahana kesundaan yang besar, dan memiliki konsep seperti pasar seni, dan yang menjadi sasarannya adalah masyarakat umum, pelajar dan mahasiswa, dengan tema menjaga lingkungan dengan kearifan lokal Sunda” ujar Derry, ketua LSS. LSS sendiri bertujuan membuat wadah sebagai agen kebudayaan, dan bagaimana cara mempertahankan dan menyingkapi masalah dengan kearifan lokal. Minat mahasiswa sendiri terhadap LSS ini sangat tinggi, dan juga mahasiswa tidak terbatas hanya dengan mahasiswa yang berasal dari Sunda, tetapi dari daerah lain dan tertarik untuk mempelajari kebudayaan Sunda.
Setelah melihat kedua Unit Kegiatan Mahasiswa diatas, dapat kita simpulkan bahwa kebudayaan akan selalu terjaga bila masyarakatnya sendiri peduli, dan mau berkontribusi terhadap kebudayaan itu. Dan sebagai kaum muda harus lebih sadar dan peka terhadap kebudayaan sekitar, karena kebudayaan harus terus dipertahankan.
oleh:
Agnes Savithri
Mahesa Bismo
Yohanna Reisya
posting ini sudah dipublikasikan di http://citizenmagz.com/2011/03/30/kebudayaan-sunda-yang-tak-habis-oleh-zaman/
Komentar
Posting Komentar