Langsung ke konten utama

Kapan Indonesia Meraih Nobel?

Indonesia adalah negara yang penduduk terbesar keempat di dunia. Ratusan juta mendiami negera ini. Banyak tersedia sumber daya manusia. Apakah tidak ada satu pun yang bisa mendapatkan Nobel?

Jika dibandingkan, Bangladesh saja negara miskin di dunia bisa mendapatkan Nobel Perdamaian. Padahal jumlah sumber daya manusianya tidak sebanyak Indonesia. Mengapa Indonesia sulit mendapatkan Nobel? Apa yang salah dengan Indonesia?

Harus ada perubahan dan pergerakan. Perubahan ini seharusnya dimulai dari pendidikan selagi dini. Semisalkan dari pendidikan sekolah dasar. Anak-anak mulai diterapkan rasa percaya diri dan daya juang yang tangguh. Tidak hanya itu, budi pekerti dan moral pun masih diperlukan oleh bangsa ini.

Langkah konkret yang harus dilakukan bisa dimulai dari hal kecil, sepeti berhenti menyontek. Selain itu, saat ini masih banyak kasus kecurangan saat ujian nasional berlangsung, bahkan hal tersebut dilakukan oleh seorang guru. Masalah seperti inilah yang harus dimulai dibenahi.

Sedari dini, anak-anak ditanamkan kejujuran. Bukan hanya sekolah, pendidikan formal seperti di rumah juga harus diperhatikan. Orangtua memiliki peran penting dalam pembentukan karakter anak. Setelah orangtua dan sekolah, baru setelah itu pemerintah mulai bergerak.

Jika pemeritah sudah bisa membenahi hal-hal tersebut. Tidak menutup kemungkinan bahwa Indonesia bisa mendapatkan Nobel. Selain itu, pendidikan harus disebarkan secara merata. Karena mendapatkan pengajaran adalah hak semua anak di Indonesia dan tertulis dalam undang-undang.

Bahkan, negara yang sering mendapatkan masalah seperti Israel saja, salah satu rakyatnya ada yang bisa mendapatkan Nobel. Semua tergantung dengan pembentukan karakter anak bangsa. Dan bagaimana upaya pemerintah mendukung program pendidikan sedemikian rupa.

Jika dilihat dari sisi kategori pemenang Nobel. Kedokteran, Fisika, Kimia, Sastra, Perdamaian dan Ekonomi. Indonesia pasti memiliki banyak potensi dan sumber daya manusia. Tetapi dari pihak pemerintah masih kurang banyak mendukung tindakan untuk membangun penelitian.

Banyak orang hebat dan ilmuwan sukses Indonesia yang berhasil di luar negeri. Begitu tiba di Indonesia, hanya mendapatkan ucapan selamat. Tidak ada dukungan yang lebih konkrit untuk membuat ilmuwan tersebut merasa lebih dihargai di Indonesia.

Pada akhirnya ilmuwan-ilmuwan yang berpotensi seperti ini lebih senang untuk terus tinggal di Indonesia dan tidak akan kembali kesini. Sudah hampir 100 tahun pemberian Nobel, dan selama itu juga Indonesia belum pernah mendapatkan Nobel.

Langkah yang harus diambil oleh pemerintah adalah pendidikan yang merata. Apresiasi terhadap ilmuwan-ilmuwan. Tidak terlupa juga tunjangan untuk melakukan penelitian. Akan lebih baik uang yang didapat dari pajak, selain untuk belanja negara, tetapi juga untuk tunjangan ilmuwan yang berpotensi.

Bahkan negara seperti Bangladesh, Palestina, dan Myanmar pernah mendapatkan Nobel. Apakah Indonesia tidak malu? Apakah Indonesia tidak mau berkaca kepada negara-negara yang sukses mencetat ilmuwan sekelas penghargaan Nobel?

Masalahnya adalah bukan berapa uang yang didapatkan dari pebghargaan Nobel tersebut. Tetapi lebih mengarahkan kepada nama Indonesia dikancah internasional. Indonesia lebih sering terkenal dengan masalah-masalah seperti korupsi. Seharusnya Indonesia mulai berpikir dan berubah.


Agnes Savithri

2011

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Crayon’ Craft & co : Bisnis yang Memberikan Nilai Lebih

Bermula dari toko kecil di sebuah mal di Bandung pada tahun 1995, hingga saat ini Crayon’s Craft & co sudah berkembang pesat dan berpindah menjadi toko sendiri di Jalan Aceh no 15. Dahulu Crayon’s hanya sebuah toko yang menjual aksesoris, tas dan lain-lainnya, tetapi saat ini Crayon’s lebiih fokus kepada perlengkapan dan peralatan kerajinan tangan, selain membeli bahan-bahan, juga bisa kursus berbagai kerajinan tangan. Crayon’s Craft & co dimiliki oleh seorang wanita bernama Yoyong, ia yang mendirikan Crayon’s dari sebuah toko kecil hingga besar dan dapat banyak mendapat penghargaan seperti sekarang. Yoyong sendiri pernah mendapatkan piagam MURI sebagai pemrakarsa dan pembuat miniatur tempat penjualan makanan khas Indonesia terbanyak (40buah). Apa yang dimaksud dari miniatur tempat penjualan makanan? Crayon’s Craft & Co ini membuat miniatur-miniatur gerobak penjual makanan, toko-toko, warung dan lain sebagainya. Dan isi dari miniatur itu sendiri terbuat dari clay, dan dibua...

MAKRAB, UNTUK APA?

Malam keakraban atau yang lebih dikenal dengan nama makrab, mungkin sudah tidak asing lagi didengar. Hampir di setiap kampus mengadakan makrab, dengan gaya dan cara yang khas dan berbeda-beda. melihat nama makrab itu sendiri, tentu sudah terbayang apa tujuan dari dilaksanakannya acara ini. Tetapi, pada praktiknya, apakah makrab ini dirasa sudah cukup efektif untuk mendekatkan dan mengakrabkan tiap angkatan? Atau malah cenderung terbebani dengan segala sesutu yang harus diurus dalam persiapan makrab itu sendiri? Mengambil contoh dari tiga universitas di Bandung, Universitas Padjadjaran, Institut Teknologi Bandung dan Universitas Parahyangan. Tiga universitas ini, beberapa jurusannya selalu rutin mengadakan makrab. Misalnya, Akuntansi Universitas Parahyangan dengan nama TNT, thirdteen night akuntansi. “Disebut thirdteen soalnya, NPM jurusan akuntasi di Unpar no 13.” ujar Willy, salah satu mahasiswa akuntansi Unpar. Berbeda universitas berbeda pula nama dan konsep, seperti makrab jurusan ...

Pramono Anung: “Saya Menolak Pembangunan Gedung Baru DPR RI”

Jatinangor, (WARTA BIRU) : Pembangunan gedung baru DPR RI yang menghabiskan dana sekitar 1,1 Trilyun menimbulkan penolakan dari sejumlah pihak. Bukan hanya dari masyarakat, tetapi dari pihak DPR RI sendiri. “ Saya menjadi satu-satunya pimpinan yang menolak mengenai pembangunan gedung baru DPR RI.” dikatakan oleh Pramono Anung, wakil ketua DPR RI dalam kuliah umum di Unpad, Jumat (8/4). Akan tetapi, semenjak keputusan telah ditetapkan bahwa DPR RI menyetujui pembangunan gedung baru tersebut, Pramono menyetujui sebagai pimpinan dalam DPR RI. “Saya menolak pembangunan gedung tersebut, tetapi sejak adanya keputusan mau tidak mau saya harus menyetujui keputusan tersebut sebagai pimpinan di DPR RI. Akan tetapi, sejak saat itu juga saya tidak pernah lagi berbicara tentang pembangunan tersebut.” tambah Pramono. Penolakan juga datang dari fraksi PAN dan Gerindra. Padahal, saat sidang paripurna berlangsung tidak ada penolakan dari fraksi manapun. Hal tersebut menimbulkan berbagai polemik...