Suadamara Ananda, S.H. :
Hukum Dan Moralitas Tidak Bisa Dipisahkan
Aparat hukum saat ini terlihat mudah dan mau disuap, sehingga tidak sedikit kasus tersangka yang bisa keluar dari rumah tahanan dengan alasan yang masuk akal, asalkan memiliki uang. Tahanan yang memiliki pohon uang dan juga disertai dengan aparat yang mudah buta oleh uang.
Selasa (9/11) sembilan polisi dibebastugaskan menyangkut kasus keluarnya tersangka Gayus Tambunan yang izin dan ditemukan foto-foto Gayus sedang berlibur dan menonton pertandingan tenis di Pulau Dewata. Kepala Biro Penerangan telah menyatakan sembilan aparat terkait sedang diperiksa dan dibebastugaskan. (kutipan surat kabar)
“Mereka diperiksa dalam dugaan kasus pelanggaran disiplin dan kode etik profesi Polri,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigadir Jendral (Pol) Ketut Untung Yoga Ana Selasa (9/11). (kutipan suratkabar)
Menurut Ketut, dia belum dapat memastikan dengan jelas kronologi keluarnya Gayus dari rumah tahanan karena ia belum mendapat informasi dari Divisi Propam (....). Tetapi ia mengakui bahwa Gayus tidak berada dalam rumah tahanan pada Sabtu pekan lalu. (kutipan suratkabar)
Apakah hukuman yang pantas untuk seorang koruptor yang bisa keluar-masuk penjara? Hukum apa saja yang bisa menjerat aparat yang terkena kasus suap? Hukuman apa yang pantas diberikan kepada koruptor saat ini?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, Agnes Savithri, mahasiswi Jurusan Jurnalistik, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran mewawancarai Suadamara Ananda, S.H, ahli hukum di Fakultas Hukum Universitas Parahyangan. Ia sering menjadi pembicara di seminar-seminar dengan topik hukum di Bandung dan luar Bandung. “ Dehumanisasi Pendidikan Akibat Korupsi” di Universitas Parahyangan adalah seminar terakhir dimana ia menjadi pembicara.
Berikut wawancara Agnes Savithri dengan Suadamara Ananda di rumahnya, Jl Ligar Wangi nomor 32 Bandung, Minggu (14/11) pagi:
Apa pendapat Anda mengenai kasus keluarnya Gayus dari rumah tahanan?
Saya tidak berpendapat terhadap Gayusnya, tetapi pada orang yang memberi kesempatan dia untuk keluar. Aparat tidak mudah disuap, tetapi aparat mau disuap. Dan juga yang lebih mengkhawatirkan ada orang yang mau menyuap. Dan orang yang mau menyuap itu terlalu banyak di Indonesia ini.
Jadi menurut Anda solusinya apa?
Sebelum berfikir hukuman apa yang pantas, solusi terdekat yang harus diperbaiki adalah perbaikan moral dari pribadi masing-masing.
Apakah ada hukuman yang bisa menjerat Gayus sehubungan dengan kabar bahwa Gayus menyuap petugas rumah tahanan?
Saya tidak mempergunakan pasal-pasal untuk melihat suatu permasalahan, dan mengenai hukuman, saya masih tidak yakin, apakah dia masih bisa dihukum.
Apa alasan Anda tidak yakin Gayus bisa dihukum?
Selama masih banyak orang yang bisa disuap dan dibayar, maka kasus-kasus seperti ini cepat atau lambat akan hilang dari permukaan, dan tiba-tiba bebas tanpa vonis yang jelas.
Hukum apa sajakah yang bisa menjerat aparat yang terkena suap?
Mengenai aparat yang terkena suap, saya pesimis mereka akan dihukum, karena tersangka saja bisa tidak kena hukuman apalagi aparat.
Bagaimana tanggapan Anda mengenai aparat yang tidak bisa terkena hukuman?
Jawaban saya masih sama seperti beberapa pertanyaan sebelumnya, perbaikan moral dari diri masing-masing adalah kunci dari permasalahan yang ada dalam kasus ini, ataupun kasus-kasus serupa lainnya.
Sebenarnya, apa ketentuan seorang terpidana atau tersangka bisa meminta izin keluar tahanan?
Ada aturannya sebenarnya, tetapi saya berpendapat, bukan masalah aturannya, tapi bagaimana melaksanakan aturan tersebut sebagaimana mestinya. Dan saat ini aturan itulah yang tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Kasus keluar-masuk tahanan terpidana atau tersangka, bukan yang pertama kali terjadi, apa pendapat Anda mengenai aparat penjagaan dalam tahanan?
Saya merasa dalam waktu sepuluh yang akan datang, hal ini akan terus terjadi. Jadi, saya tidak pernah berfikir hal ini akan berkurang, malah kedepannya akan lebih banyak lagi. Saat ini saja yang tertangkap baru satu Gayus, padahal ribuan Gayus yang ada. Yang bukan Gayus saja, dia bisa keluar dari tahanan.
Untuk koruptor, apa hukuman yang pantas? Apakah vonis hukuman yang ditambah atau peraturan rumah tahanan yang harus diperketat?
Pertama saya mau menjelaskan mengenai kasus korupsi dan korupsi, dan yang berbahaya untuk di masa yang akan datang korupsinya bukan kasusnya. Karena di Indonesia ini, kasus korupsi dipergunakan sebagai bahan omongan saja. Tetapi tidak memecahkan masalah apapun tentang korupsi. Dan vonis, tergantung dari proses pemeriksaan, dan pemeriksaan tergantung dari orang yang menjalankan pemeriksaan. Apakah orang tersebut menjalankan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan dan hukum yang berlaku. Dan pada prakteknya, tidak semua dilaksanakan sebagaimana mestinya. Kadang-kadang buktinya ada, tetapi bukti tersebut tidak dipakai untuk mempertimbangkan suatu vonis. Dan hal itu yang tidak bisa dihindari dan terjadi saat ini. Dan masa sebelumnya juga dan di masa yang akan datang pasti akan terulang lagi.
Mengapa Anda dapat memperkirakan di masa depan akan terjadi hal yang serupa?
Bisa dilihat dari kasus-kasus sebelumnya, hal yang sama terus berulang hingga saat ini, dan tidak menutup kemungkinan akan terjadi hal yang sama di masa berikutnya. Belum banyak perubahan yang terjadi pada hukum di Indonesia.
Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud M.D mengatakan mengenai koruptor harus dilakukan pemiskinan (kutipan suratkabar), sebenarnya apa arti dari pemiskinan itu sendiri?
Sebenarnya pemiskinan itu seperti penyitaan aset-aset. Bila dalam artinya pemiskinan berarti membuat miskin.
Jika dilakukan pemiskinan, apakah pemiskinan di Indonesia bisa dilakukan?
Sebenarnya kembali lagi ke dalam artian pemiskinan atau membuat miskin. Hingga saat ini masih belum ada peratuan yang pasti mengenai pemiskinan ini. Tetapi hal ini boleh dilakukan di Indonesia, selama ada kejelasan dari maksud pemiskinan.
Hukuman apa yang paling pantas dan membuat jera koruptor saat ini?
Bukan hukumannya tetapi bagaimana kita bisa bergeser agar hal-hal yang seperti ini jangan sampai terjadi. Dan juga jangan pernah memberitakan mengenai korupsi. Tapi tangkap dan periksalah koruptor, bukan hanya diberitakan. Dimana-mana jarang itu, diberitakan. Tangkap baru kemudian diperiksa dan diberitakan. Kalau disini diberitakan terus, tetapi tidak ditangkap-tangkap.
Jadi menurut Anda solusinya adalah tidak diberitakan?
Bukan solusi, tetapi ketika terjadi pemberitaan besar-besaran, sudah terbentuk opini masyarakat, sedangkan orang yang diberitakan besar-besaran belum tentu tersangka atau cuma korban orang besar yang ada di balik masalah korupsi tersebut.
Apa pendapat Anda mengenai peringatan terhadap institusi hukum?
Yang menjalankan fungsi kelembagaan sebenarnya yang lebih harus diperhatikan. Apakah mereka mengerti benar mengenai regulasi. Dan yang lebih parah lagi mereka mebuat sendiri regulasi. Dan yang tidak cocok dengan tujuan-tujuan hukum. Padahal tujuan hukumnya yang penting. Tujuan hukum tidak mungkin terjadi jika moralitas tidak menjadi bagian kehidupan kelembagaan dan masyarakat, karena hukum dan moralitas tidak bisa dipisahkan.
Apa yang harus dilakukan agar kepolisian bisa dipercaya kembali oleh masyarakat?
Komentar
Posting Komentar